Monday, September 3, 2012

TEKNIK POLIPLOIDISASI PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio L.)

TEKNIK POLIPLOIDISASI PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio L.)
Rila Sidika Shofiana
Mahasiswa Biologi – Universitas Negeri Malang
Poliploidi
Manipulasi kromosom memungkinkan untuk memproduksi ikan yang poliploid khususnya triploid dan tetraploid, gynogenetik dan androgenetik baik homozigot maupun heterozigot. Organisme poliploid terbentuk melalui proses yang disebut induksi poliploidisasi. Pada umummnya hampir semua spesies pada setiap individunya mempunyai dua perangkat kromosom (diploid) dan sebagian ada yang mengalami perubahan jumlah perangkat kromosomnya. Poliploidi adalah
organisme yang mengalami perubahan jumlah perangkat kromosom menjadi lebih dari dua perangkat kromosom, sedangkan organisme yang mengalami perubahan perangkat kromosom menjadi satu perangkat kromosom saja disebut dengan monoploid atau haploid (Firdaus, 2002). Menurut Ayala dkk., (1984) dalam Firdaus (2002) organisme poliploidi adalah suatu organisme yang memiliki tiga atau lebih perangkat kromosom.
Mekanisme poliploidi pada makhluk hidup dibedakan berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi dua yaitu poliploidisasi secara alamiah dan poliploidisasi secara buatan. Poliploidisasi secara ilmiah tidak melibatkan peran, kesengajaan atau campur tangan manusia, penyebab poliploidisasi ini adalah faktor-faktor lingkungan sekitar makhluk hidup yang meliputi faktor suhu, tekanan, ketinggian tempat dan sebagainya (Firdaus, 2002). Menurut Ayala dkk. (1984) dalam Firdaus (2002) menjelaskan bahwa poliploidi secara alamiah dialam sering ditemukan pada tumbuhan dan jarang sekali ditemukan pada kelompok hewan. Poliploidi buatan pada hewan pertama kali dilakukan pada kelompok ikan Polcillidae, dengan menggunakan teknik yang masih sederhana yaitu kejutan suhu (Gustianto, 1992 dalam Firdaus 2002).
Menurut Firdaus (2002) poliplodi dapat dilakukan dengan perlakuan fisik dan kimiawi, perlakuan fisik misalnya dengan cara pemberian kejuatan panas, kejutan dingin, tekanan hidrostatik dan radiasi, sedangakan perlakuan kimiawi dengan menggunakan zat-zat anti pembelahan misalnya kolkisin. Ikan poliploidi relatif mudah diproduksi melalui pencegahan peloncatan polar bodi II atau pada pembelahan mitosis zigot dengan mempergunakan kejuatan panas (Wilkins, 1983 dan Oshiro & Takashima, 1992 dalam Mukti, 2000 dalam Firdaus, 2002). Menurut Yamazaki (1983) dan Wilkins (1983) dalam Firdaus (2002) menjelaskan pencegahan polar bodi II atau pencegahan mitosis zigot dilakukan dengan merusak gelondong pembelahan (mikrotubula) menggunakan agen penginduksi poliploidisasi. Karena mikrotubula tidak berfungsi, kromosom tidak dapat memisah menuju kutub masing-masing selama anafase. Kegagalan anafase ini menyebabkan tidak terjadinya pembelahan sel, sehingga terbentuk sel dengan jumlah kromosom atau ploidi dua kali lipat dari jumlah kromosom sel sebelumnya (Firdaus, 2002).
Pembentukan Ikan Poliploidi
Pada umumnya untuk pembentukan oragnisme baru diawali dengan proses fertilisasi antara ovum dan sperma dari dua induk, ovum terbentuk dari proses oogenesis dan sperma terbentuk dari proses spermatogenesis. Pada pembentukan ikan poliploidi tidak dapat dipisahkan dari proses fertilisasi, oogenesis dan spermatogenesis. Ovum yang telah dibuahi pada fertilisasi akan melanjutkan pembelahan meiosis II dan terbentuklah sel polar bodi II, sehingga pada zigot terdapat pronukleus jantan (1n) dan pronukleus betina (1n) yang akhirnya membentuk zigot diploid, dan selanjutnya zigot akan melakukan pembelahan mitosis (Firdaus, 2002).
Saat tahap meiosis II dan pembelahan zigot, ada peluang untuk dilakukan manipulasi kromosom, dengan menggunakan agen-agen poliploidisasi (Purdom, 1983 dalam Firdaus, 2002). Dalam perlakuan induksi poliploidisasi dengan kejutan panas maupun dingin, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu waktu awal kejutan, intensitas suhu kejutan dan lama kejutan yang nilai parameternya berbeda untuk setiap spesies ikan (Pandia dan Varadaraj, 1988 dalam Mukti 2000 dalam Firdaus, 2002). Waktu awal pemberian kejutan, berkaitan dengan ketepatan pada waktu terjadinya pembentukan gelondong dan selama proses penarikan kromosom dari bidang equator pada fase anafase (Firdaus, 2002).
Proses pembentukan ikan poliploid khususnya triploid dan tetraploid berbeda dengan pembentukan ikan normal (diploid).
1 . Pembentukan Ikan Normal (Diploid)
Mustami (2002) menjelaskan bahwa proses pembentukan ikan normal adalah dengan terjadinya fertilisasi telur ikan normal yang mempunyai 2N kromosom oleh sperma 1N kromosom akan mempunyai 3N kromosom, kemudian telur akan mengalami peloncatan polar bodi II, yaitu 1N kromosom dari telur akan meloncat keluar sehingga di dalam telur tinggal 2N kromosom yang masing-masing berasal dari kedua induknya (jantan dan betina). Proses selanjutnya adalah terjadi pembelahan sel tubuh (mitosis) kemudian embrio berkembang dan menetas menjadi ikan normal yang hanya mempunyai 2N kromosom.
2 . Pembentukan Ikan Triploid
Ikn triploid dapat dihasilkan dengan beberapa teknik. Dalam Chao, dkk. (1986); Johnson (1985) dalam Mustami dalam Firdaus (2002) menjelaskan ikan triploid dapat dihasilkan dengan induksi poliploidisasi misalnya dengan kejutan panas, teknik pembentukan ikan triploid semacam ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya peloncatan polar bodi II selam pembelahan meiosis II setalah terjadi fertilisasi. Dengan demikian ovum tetap mempunyai dua perangkat kromosom yang ditambah satu perangkat kromosom dari pronukleus jantan sehingga terbentuklah zigot dengan tiga set kromosom (triploid) (Firdaus, 2002).
Dari beberapa hasil penelitian, terutama pada ikan mas (Cyprinus carpio L.) disebutkan terdapat kombinasi awal antara pemberian kejutan panas, lama waktu dan intensitas suhu kejutan panas yang optimal untuk menghasilkan ikan triploid, menurut Carman, dkk. (1992) dalam Mustami (1997) pembentukan ikan triploid dilakukan dengan cara memberikan kejutan panas pada waktu 3-7 menit setelah fertilisasi. Berdasarkan atas hasil penelitiannya, Mustami (1997) menyimpulkan bahwa pemberian kejutan panas 40°C pada waktu tiga menit setelah fertilisasi selam dua menit, mempunyai efektifitas yang tinggi menghasilkan ikan triploid. Sedangkan Mukti (2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kejutan panas 40°C pada waktu tiga menit setelah fertilisasi selama 1,5 menit menunjukkan hasil yang optimal untuk menghasilkan ikan triploid.
Selain dengan kejuatan panas, menurut Firdaus (2002) mengatakan bahwa ikan triploid dapat dibentuk dengan mengawinkan antara induk ikan tetraploid dengan induk ikan diploid, induk ikan tetraploid akan menghasilkan gamet diploid dan induk ikan diploid menghasilkan gamet haploid, apabila terlibat dalam proses fertilisasi maka akan dihasilakn zigot triploid.
3 . Pembentukan Ikan Tetraploid
Pada dasarnya pembentukan ikan tetraploid mempunyai prinsip yang sama dengan pembentukan ikan triploid dalam hal pemberian kejutan panas. Tetapi ada perbedaan yang pokok yaitu terletak pada waktu pemberian kejutan panas kepada telur yang telah difertilisasikan. Pada ikan triploid suhu diberikan sebelum terjadinya peloncatan polar bodi II, sedangkan ikan tetraploid kejutan panas diberikan setelah terjadinya peloncatan polar bodi II (Mustami, 1997). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kejutan panas diberikan setelah kromosom mereplikasi dan nukleus zigot sedang terbagi dua. Kejutan panas diberikan pada zigot diploid saat atau sebelum mengalami mitosis (Penman, 1993; Rustidja, 1996 dalam Mustami, 1997).
Kejutan suhu pada saat itu dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pembelahan pada nukleus dan bagian sel dengan harapan kromosomnya saja yang membelah dengan kata lain mencegah pembelahan sel secara mitosis pada zigot diploid setelah terjadi penggandaan kromosom, oleh karena itu kromosom yang terbentuk setelah perlakuan kejutan panas ini menjadi 4N (tetraploid) (Mustami, 1997; Firdaus, 2002). Waktu terjadinya pembelahan zigot untuk pembentukan tetraploid ini berbeda dengan waktu peloncatan polar bodi II pada pembentukan triploid, disamping waktu yang perlu diperhatikan adalah lama pemberian kejutan panas dan besarnya suhu yang diberikan. Dari penelitian yang telah dilakukan Mustami (1997) waktu yang paling efektif yaitu pemberian kejutan panas sebesar 40°C pada menit ke 31 setelah fertilisasi selam dua menit. Sedangkan pada penelitian Mukti (2000) waktu yang digunakan untuk pemberian kejutan panas adalah 29 menit setelah fertilisasi selama 1,5 menit.
Analisis Poliploidisasi
Analisis poliploidisasi merupakan teknik penentuan tingkat ploidi untuk mengetahui ploidi dari suatu organisme. Penentuan tingkat ploidi pada ikan dapat dilakukan dengan berbagai metode, baik secara langsung maupun tidak langsung. Teknik langsung merupakan metode yang dapat digunakan pada semua makhluk hidup terutama eukariotik dan merupakan teknik yang paling tepat untek menentukan ploidi atau jumlah perangkat kromosom dibandingkan dengan teknik tidak langsung (Firdaus, 2002). Lebih lanjut dijelaskan bahwa teknik tidak langsung, penentuan ploidi atau jumlah perangkat kromosom ditentukan atas dasar kuantitas materi genetik yang diukur secara tidak langsung, prinsip penggunaan teknik tidak langsung adalah bahwa kuantitas materi genetik berhubungan dengan kuantitas karakter yang diukur.
Metode langsung dapat dilakukan dengan perhitungan jumlah kromosom dan penentuan kandungan DNA, metode tidak langsung dapat dengan pengukuran volume inti atau sel, elektrrophoresis protein , pengamatan morfologi dan perhitungan jumlah nukleolus (Thorgaard, 1983 dalam Mustami, 1997). Menurut Carman dkk. (1992) dalam Mustami (1997) terdapat hubungan antara jumlah nukleolus dengan jumlah set kromosom pada tumbuhan dan hewan . Oleh karena itu jumlah nukleolus dapat digunakan untuk menentukan tingkat ploidi pada ikan. Alasan lain penggunaan metode nukleolus ini adalah seperti diuraikan oleh Davidson (1995) dalam Firdaus (2002) bahwa jumlah maksimal nukleolus pada setiap spesies hewan atau tumbuhan adalah tertentu, dengen demikian jumlah nukleolus pada setiap sel dari suatu organisme mempunyai kemampuan membentuk nukleolus yang maksimal sesuai dengan jumlah materi genetiknya.
Menurut Philips dkk. (1986) dalam Mustami (1997) menjelaskan bahwa individu haploid mempunyai satu nukleolus, diploid mempunyai satu atau dua nukleolus per sel, dan triploid mempnuyai satu, dua atau tiga per sel dan seterusnya. Keterangan lebih lanjut menjelaskan bahawa setiap satu set kromosom hanya mengandung satu kromosom dengan satu Nucleolar Organizer Region (NOR) dan inti diploid normal menngandung dua nukleolus. Pendapat yang senada diuungkapkan Carman dkk. (1991) dalam Firdaus (2002) menjelaskan satu NOR mempunyai kemampuan untuk tidak membentuk lebih dari satu nukleolus, berdasar atas pernyataan tersebut diharapkan sel diploid yang mumpunyai sepasang NOR hanya mampu membentuk maksimal dua nukleolus, sel triploid hanya mampu membetuk tiga nkleolus demikian pula pada tetraploid hanya mampu membentuk empat nukleolus. Pengertian Nucleolus Organizer Region (NOR) adalah suatu daerah disekitar kromosom yang berfungsi membentuk nukleolus, disebut juga nucleolar organizer, daerah yang berisi beberapa tempat gen pengkode ribosom RNA (RNA-r) (http//:www. Wikipedia.org/wiki/nucleolus/nucleolus organizer region). Dalam Klug dan Cummings (1994) dalam Corebima (2000) menjelaskan Nucleolar Organizer Region (NOR) atau mikronukleus merupakan bagian kromosom tempat gen pengkode RNA-r.
Dari penjelasan di atas terdapat variasi jumlah nukleolus untuk setiap jenis ploidi, variasi ini disebabkan oleh NOR yang tidak membentuk nukleolus saat sel tidak atif mensintesis protein, selain itu, variasi jumlah nukleolus disebabkan adanya fusi dan fisi antar nukleolus (Carman dkk., 1992 dalam Mustami, 1997; Maillet dkk., 1999 dalam Firdaus, 2002). Variasi jumlah nukleolus ini dapat dipahami bahwa fungsi nukleolus adalah sebagai pembentuk ribosom dalam hal ini berhubungan dengan proses aktifitas fisiologis setiap sel, saat tahap embrional, sel-sel aktif melakukan metabolisme sehingga jumlah nukleolus akan dibentuk secara maksimal dan bahkan dalam satu sel dapat mencapai ratusan nukleolus (Gardner dkk., 1991 dalam Firdaus, 2002).

No comments:

Post a Comment